Ketika kita patah hati untuk yang pertama kali, kita berpikir bahwa dunia telah berakhir.
Hati kita terasa remuk redam, kaki rasanya semakin melangkah ke belakang, setiap malam kita memandangi foto-foto dan membaca pesan-pesan lama, melihat Instagram, mengenang masa lalu yang indah. Rasa nyeri di dalam hati hanya bisa diobati dengan kembalinya ia yang pergi.
Dan kita lagi-lagi menangis semalaman, hanya untuk merasa lebih menyesal esok harinya.
Kita mulai mencoba untuk jatuh cinta dengan yang lainnya, berharap bahwa rasa sakit akan memudar dengan sendirinya.
Biasanya kita akan mulai membuka diri dengan orang-orang baru, pergi kencan, namun segera, kamu merasa bahwa sepertinya mustahil bagimu untuk membiarkan masa lalu tetap ada di belakangmu. Ketika kamu pergi makan malam dengan orang lain, kamu tersenyum sendiri karena kamu ingat pernah makan malam dengan orang berbeda, namun di tempat yang sama.
Kamu tahu bahwa kamu harus menghapus kenangan itu, kamu juga tahu bahwa kamu belum siap untuk menjalin hubungan jangka panjang. Semua orang-orang yang mendekatimu setelah patah hati pertamamu memang tak pernah memainkan perasaanmu, namun kamu sendiri tahu bahwa kamu belum siap karena kamu terus-terusan membandingkan mereka dengan cintamu yang lalu.
Dan di satu hari, kamu akan terbangun dengan kesadaran bahwa kamu menginginkannya atau tidak, kamu harus tetap melangkah pergi. Kamu harus belajar untuk mengangkat dirimu sendiri dan menghapus air mata yang kamu keluarkan setiap malamnya.
Kemudian kamu belajar untuk mencintai dirimu sendiri di tengah-tengah keadaanmu yang tak bisa mencintai siapapun.
Kamu mulai berpikir, mungkin jika kamu tak membutuhkan siapapun lagi, kamu bisa benar-benar bahagia.
Hingga akhirnya kamu bertemu dengannya. Ia yang datang tepat di saat kamu merasa bahwa lebih baik kamu terus sendirian saja. Kamu berpikir bahwa rasanya sudah cukup hatimu patah dan remuk gara-gara patah hati pertamamu. Kamu mengenalnya lebih dekat, kamu antusias sekaligus ketakutan, apakah nanti hubungan kalian akan berakhir sama seperti kemarin.
Kamu menjadi khawatir dan mulai menjaga jarak dengannya, bukan karena kamu berniat begitu, tapi kamu terlalu takut untuk merasakan patah hati yang sama. Namun ia membuktikan kesungguhannya denganmu, setelah kamu perlahan mulai membuka hati dan mau bertemu.
Dan kamu menganggap bahwa setiap orang pasti pernah merasakan kegagalan paling tidak satu kali, dan akhirnya kamu tak lagi takut untuk jatuh cinta lagi.
Rasanya seperti mendapat pencerahan, kamu pergi ke sebuah kencan yang sama sekali berbeda, dan kamu sudah mulai menikmati waktu-waktu kalian bersama.
Semuanya berjalan dengan baik, hubungan kalian menjadi lebih stabil, bahkan orang tua kalian juga sudah bertemu satu sama lain. Kalian berdua mulai membuat rencana, baik itu rencana jangka pendek maupun jangka panjang. Kalian terlalu nyaman saling berdekatan.
Di tengah-tengah keraguan, kamu terus meyakinkan diri sendiri bahwa semua batu kerikil memang seharusnya ada di setiap hubungan. Kamu tak sadar bahwa kamu mulai gagal melihat adanya keretakan. Kamu mengizinkan ia untuk mengulangi kesalahan dan terlalu cepat memaafkan tanpa adanya penjelasan.
Entah itu salah atau tidak, kamu menempatkannya di urutan pertama hubunganmu dan itu mulai merugikanmu.
Hubungan itu benar-benar telah menelanmu dan kamu mulai kehilangan dirimu sendiri di tengah-tengah kegiatanmu untuk mencintainya.
Seperti efek bola salju, kamu awalnya hanya menerima ia dengan segala kekurangannya. Namun semakin hari segalanya semakin sulit. Pertengkaran mulai sering terjadi dan begitu juga dengan jarak di antara kalian makin menjadi.
Entah kenapa ia makin sering membatalkan janji untuk bertemu. Kamu bilang kamu mengerti dan memaklumi, tapi kamu benar-benar tak bisa memahami. Kemudian ia meninggalkanmu tanpa penjelasan, menyisakanmu dengan segenap kepedihan.
Patah hati kedua terasa lebih menyakitkan, bukan?
Karena kamu telah menyerahkan hatimu yang sudah pernah patah padanya, berharap bahwa ia akan menyembuhkannya. Namun ia malah makin menghancurkannya serta menusukmu dengan pisau yang tajam.
Ia meninggalkanmu dengan luka menganga, ia meninggalkanmu tanpa adanya penyembuhan, dan betapa hatimu semakin berantakan dengan kepergiannya. Ia menganggapmu mampu untuk menyembuhkan hatimu sendiri, sama seperti yang pernah kamu lakukan sebelumnya.
Dan itulah alasan kenapa patah hati kedua terasa lebih menyakitkan dari sebelumnya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon